Penyerahan berita acara penetapan ranperda menjadi perda oleh wakil ketia DPRD Ende, kepada Bupati Ende, H. Djafar Achmad, Selasa 7/9 |
Ende,KP
Drama politik kembali terjadi di rumah rakyat. Proses penetapan usulan lima buah rancangan peraturan daerah (Ranperda) oleh Pemkab Ende, diwarnai aksi penolakan oleh tujuh anggota DPRD Ende. Dari total 27 wakil rakyat yang mengikuti sidang paripurna V, masa sidang III DPRD Ende, 20 anggota DPRD menyatakan setuju lima usulan ranperda ditetapkan sebagai perda. Lakon yang dimainkan sebagai sikap politik menolak usulan ranperda menjadi perda disampaikan masing-masing anggota DPRD Ende. Usulan ranperda, perubahan kedua atas peraturan daerah nomor II tahun 2016 tentang pembentukan dan susunan perangkat daerah Kabupaten Ende dinilai kontradiktif dengan kondisi yang ada saat ini. Jabatan yang lowong hingga saat ini belum diisi, saat ini Pemkab kembali menambah OPD baru. Konsekwensi anggaran juga harus dipertimbangkan Pemkab Ende. Jangan sampai dikemudian hari kebijakan tersebut terkungkung dengan alasan keterbatasan anggaran.
Sidang paripurna ke V DPRD Ende, pada masa sidang III, Selasa, 7/9, dipimpin oleh wakil ketua DPRD Ende, Ericos Emanuel Rede. Hadir pada kesempatan tersebut, Bupati Ende, H. Djafar Achmad, Sekda, Agustinus G Ngasu, wakil ketua II DPRD Ende, Tibertius Didimus Toki, Pimpinan OPD dan staf ahli Bupati Ende.
Pada kesempatan tersebut, Ericos Emanuel Rede, selaku pimpinan sidang, memberikan kesempatan kepada masing-masing anggota DPRD memberikan sikap politik, terkait usulan lima biah ranperda oleh pemkab Ende. Lima buah ranperda yang diajukan oleh Pemkab Ende diantaranya, ranperda penyesuaian bentik hukum perusahaan daerah air minum (PDAM) kabupaten Ende, menjadi perusahaan umum daerah (Perumda) air minum tirta kelimutu, rancangan peraturan daerah tentang penyelenggaraan kabupaten layak anak, ranperda tentang pencegahan dan peningkatan kualitas perumahan dan pemukiman kumuh. Dua ranperda lainnya yang diusulkan Pemkab Ende diantaranya, rancangan peraturan daerah tentang penyelenggaraan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan serta ranoerda tentang perubahan kedua atas Perda Nomor 11 tahun 2016, tentang pembentukan dan susunan perangkat daerah Kabupaten Ende.
"Dari lima usulan ranperda yang diajukan Pemkab Ende, sebanyak 20 anggota DPRD menyatakan menerima kelima usulan tersebut untuk ditetapkan sebagai peraturan daerah. Sementara usulan ranperda berkaitan dengan perubahan kedua atas Perda Nomor 11 tentang pembentukan dan susunan perangkat daerah mendapat penolakan dari tujuh anggota DPRD Ende. Sesuai dengan mekanisme yang sudah ditetapkan, lima ranperdavtersebut ditetapkan sebagai peraturan daerah, dan selanjutnya dijabarkan pelaksanaannya melalui surat keputusan (SK) Bupati Ende." Sebut Ericos Emanuel Rede.
Ketua fraksi PDIP DPRD Ende, Vinsen Sangu, meminta pemkab Ende untuk menangguhkan usulan penetapan ranperda tentang perubahan kedua Perda Nomor 11 tahun 2016 tentang pembentukan dan susunan perangkat daerah kabupaten Ende, dan nantinya dapat diusulkan lagi pada masa sidang berikutnya. Keputusan yersebut diikuyi oleh dua anggota fraksi PDIP lainnya, Sabri Indra Dewa dan H. Silvi Indra Dewa.
"Secara politik Fraksi PDIP mengikuti seluruh proses sejak pengusulan, pembahasan, hingga harmonisasi pada kementrian hukum dan ham (Kemenkum Ham). Sikap politik kita menerima empat usulan ranperda dan meminta Pemkab Ende menangguhkan satu ranperda. Pertimbangannya dibutuhkan kajian mendalam berkaitan dengan usulan tersebut." jelas Vinsen Sangu.
Hal yang sama juga disampaikan Ketua Fraksi Partai Demokrat, Mahmud Jegha Bento dan dua angoota fraksi lainnya, Virgilius Kami dan Yohanes Marianus Kota.
"Penolakan yang menjadi sikap politik kami berdasarkan kondisi yang saat ini terjadi di Pemkab Ende. Banyak jabatan yang lowong baik eselon II dan III. Untuk Dinas Kesehatan dan BPMPD sudah satu tahun jabatan lowong. Prmkab tidak mampu mengisi lowongan yang kosong, sementara saat ini Pemkab mau bentuk OPD baru lagi." Sebut Yohanes Marianus Kota.
Sementara itu Anggota Fraksi Partai NasDem dan juga sebagai Ketua Komisi II DPRD Ende, Yulius Cesar Nonga, menyatakan sikap politik menolak pembentukan OPD baru. Sikap politik saya berbeda dengan empat anggota fraksi lainnya, karena pertimbangan saya pada ujung akir laporan gabungan komisi.
"Ada kebijakan yang keliru yang diambil Bupati Ende, H. Djafar Achmad. Saat ini kita sedang dalam konsisi untuk fokus penanganan persoalan pandemi. Otomatis kita mengalami keterbatasan berkaitan dengan anggaran dan juga jabatan yang lowong belum diisi. Kesimpulan saya bupati tidak fokus menyelesaikan tugas pada tahapan perbaikan kinerja perangkat daerah. Bahkan saat ini untuk jabatan kepala bidang sudah dijabat oleh pelaksana tugas melebihi enam bulan. Kajian kita berdasarkan aspek kebutuhan sehingga terjadi kontra produktif. Kalau kebijakan pemisahan diterapkan, apakah bisa diikuti dengan kebijakan anggaran yang maksimal sehingga menjadi sangat penring untuk ditetapkan. Jangan sampai dikemudian hari kebijakan tersebut terkungkung dengan alasan keterbatasan anggaran" Jelas Yulius Cesar Nonga.
Hargai Proses Demokrasi
Bupati Ende, H. Djafar Achmad, pada kesempatan tersebut menyampaikan apresiasi dan ucapan terima kasih kepada lembaga DPRD Ende, atas proses dan hasil pembahasan hingga pengambilan keputusan. Keputusan ini sebagai prasarat utama dan cermin harmonisasi hubungan antara prmerintah dan DPRD.
"Pokok -pokok kesepakatan tercapai sehibgga lima ranperda bisa ditetapkan menjadi perda. Sebagai Bupati saya memberikan pendapat persetujuan sesuai proses yang sudah dihasilkan dilembaga DPRD. Saya menghargai dalam prises demokrasi ada perbedaan pendapat, sebagai jaminan dari pelaksanaan demokrasi yang baik. Ini juga penting sebagai bentuk kontrol kepasa pemerintah dan membuktikan harmonisasi hubungan dua lembaga. Saya mengajak seluruh angoota DPRD bersama Pemkab Ende bisa membangun daerah secara bersama-sama menuju masyarakat mandiri dan sejahterah." tegas Bupati Djafar. (kp/tim)