Ende,KP
Sistim manajerial dan tata kelola destinasi wisata di desa Detusoko Barat, mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pengelolahan berbagai sektor unggulan dibawah naungan Bumdes Au Wula, kini menjadih contoh bagi desa lainnya. Pengelolahan dan mekanisme pemasaran yang menggunakan sistim digitalisasi menjadi yang pertama diterapkan di desa Detusoko Barat. Berbagai prestasi telah diraih desa Detusoko Barat bersama Bumdes Au Wula, bahkan kini desa Detusoko Barat dijadikan tempat sudi lapangan tentang pengelolahan pariwisata.
Kepala desa Detusoko Barat, Ferdinadus Watu, kepada media ini, Kamis 9/9 mengatakan,
7 Desa dari Kabupaten Sikka saat ini sedang melakukan sudi lapangan dan mempelajari tata kelola sektor pariwisata di desa Detusoko Barat. Sebanyak 40 peserta dari 7 Desa di Kabupaten Sikka, melakukan studi lapangan tentang pengelolaan pariwisata di desa Detusoko Barat, kecamatan Detusoko, kabupaten Ende. Peserta yang mengikuti kegiatan selama dua hari tersebut, berasal dari 3 desa di kepulauan yakni desa Kojadoi, desa Perumaan, desa Kojagete. Sedangkan 4 desa dari daratan Kabupaten Sikka, yakni desa lewomada, desa Egon, desa Waerterang dan desa Darat Pantai. 40 an peserta ini terdiri atas pemerintah Desa, Pengurus Bumdes, kelompok Sadar Wisata dan pelaku Usaha.
"Saat ini, kami dikunjubgi sesama saudara kita dari kabuoatrn Sikka. Kehadiran mereka dalam rangka melakukan sudi lapangan tentang tata kelola sektor pariwisata di desa Detusoko Barat. Ada kebanggaan bagi kami tetapi sekaligus sebagai tantangan untuk terus berbenah memperbaiki berbagai kendala yang ada. Kita tentunya memberikan berbagai informasi dan berbagi prngalaman sebagai proses belajar untuk menjafinlebih baik. Kita berharap apa yang mereka dapat dan melihat secara langsung proses yang kami lakukan, bisa diterapkan dengan baik sesuai potensi desa yang mereka miliki. Sebagai kepala desa, saya atas nama masyarakat desa Detusoko Barat menyampaikan ucapan terima kasih, atas kunjungan di desa Detusoko Barat." ungkap Nando Watu.
Kepala Bidang Kelembagaan Dinas Pariwisata Kabupaten Sikka, Goerge Roni Valentino
menuturkan, 40 peserta dari Maumere datang belajar di Detusoko dalam hal Pengelolaan Desa Wisata. Sebelumnya, selama dua hari kami belajr teori dengan narasumber di Maumere, dan saat ini kami melaksanakan
Studi lapangan. Kehadiran kami untuk melihat langsung berbagai hal yang ada, termasuk menyangkut sistim kelembagaan yang dibangun di desa Detusoko Barat.
"Di sini kami temukan adanya pokdarwis, Bumdes, lembaga adat dan pemerintah, bersinergi bekerjasama, dalam mengembangkan berbagai potensi yang ada di desa.
Kelembagaan ini harus mulai kita gerakan kembali. Selama peran lembaga didesa sudah berkurang. Lembaga adat dibentuk di Sikka tapi tidak jalan. Palingan untuk penyelesaian masalah. Terkait alasan mengapa belajar di Detusoko, Kita selalu mengikuti postingan tentang Detusoko barat di media sosial dan juga menjadi desa prestasi. Hal ini yang membuat kami tertarik ingin belajar di sini. Dan kami temukan kekompakan, sementara usianya baru satu tahun lebih. Kami berkomitment tahun depan kami ke sini lagi untuk kembali belajar.." jelas George.
Koordinator pelatihan pengelolaan desa Wisata, Kondradus Rindu, menambahkan, pelatihan yang kami lakukan di Maumere lebih banyak berkaitan dengan teori. Kami ingin mendalami secatra langsung proses dan sistim kerja di lapangan secara langsung di desa Detusoko Barat. Apalagi saat ini desa Detusoko Barat lagi buming berkaitan dengan proses dan pengembangan yang dilakukan masyarakat. Ada 3 hal yang kami temukan di sini yakni, management terbuka antara pemerintah, lembaga adat dan gereja. Perlu seorang pemimpin muda yang energik, dunia sekarang dunia digital, kita harus melek digital kalau tidak kita digilas jaman.
Perwakilan dari desa Waeterang, Selesman, memberikan apresiasi yang luar biasa terhadap berbagai proses yang dibangun di desa Detusoko Barat. Disini, kami temukan sebuah sistim management yang terbuka dan kerjasama antara pemimpin dan team. Kita juha menemukan bagaimana modal sebagai pemimpin untuk membangun kerjasama, tidak hanya dengan satu sistem struktural tetapi juga dengan metode kekeluargaan, kebudayaan, untuk meraih keberhasilan bersama.
"Ini terlihat sangat gampang tetapi sulit untuk diterapkan. karena kadang jaga gengsi dan jaga kewibawaan, hal sederhana namun susah untuk dibuat. Persoalan bagi kami di desa bukan dana tetapi bagaimana kepala desa membangkitkan semua pihak merasa berkepentingan dan terlibat langsung. Yang kami temukan di Detusoko ini ada mantan kepala desa dua periode namun bisa di bangun untuk bekerjasama. Selain itu Kami temukan di sini soal budaya budaya yang masih sangat kuat. Kolaborasi desa adat dan gereja mengambil peran masing masing dalam membangun desa Detusoko Barat." tegas Salesman.
Pantauan media ini, para peserta dan panitia disambut hangat oleh warga desa Detusoko Barat dengan tarian adat penerimaan. Peserta diarak untuk masuk ke rumah adat Suku Rini dan berdialog dengan tetua adat. Para peserta juga disuguhkan tarian dari sanggar Daudole, dilqnjutkan dengan dialog dengan Pokdarwis Niarane. Rangkaian kegiatan diakiri dengan acara ramah tamah di lepalio Cafe Detusoko, sebelum peserta di bagi ke homestay milik para penduduk lokal.(kp/tim)