Ende,KP
Upaya yayasan Tananua Flores (YTNF) memberilan pendampingan bagi kelompok nelayan penangkap gurita, perlu mendaoat dukungan dari berbagai pihak, termasuk Pemkab dan DPRD Ende. Terobosan yang dilakukan ditengah pandemi covid 19, dalam upaya peningkatan ekonomi bagi nelayan penangkap gurita, sebagai buktinyata keberpihakan kepada masyarakat. Sejak tahun 1989, kiprah Yayasan Tananua Flores sudah berhasil membantu usaha masyarakat dalam bidang pertanian dan berbagai usaha lainnya. Pendampingan bagi kelompok petani didaerah pedesaan kini telah berbuah manis. Sukses disektir pertanian, sejak tahun 2019, Yayasan Tananua melirik sektor kelautan untuk dikembangkan. Ibarat gayung bersambut, kehadiran Yayasan Tananua,, mendapat sambutan baik dari kelompok nelayan penangkap gurita. Kiprah tersebut terua berlanjut dengan berbagai aktifitas yang perlahan namun pasti mulai menunjukan titik terang. Namun sukses dari sebuah program dan kegiatan tentunya membutuhkan peran dan keterlibatan berbagai pihak, termasuk para pemangku kebijakan di Kabupaten Ende.
Direktur Yayasan Tananua Flores (YTNF), Bernadus Sambut, kepada media, Jumad 20/8 mengatakan, Sejak tahun 2019 Yayasan Tananua Flores bekerjasama dengan Yayasan Pesisir Lestari dalam kemitraan dengan Blue Ventures, merintis sebuah program Pengelolaan Sumber daya Kelautan dan Perikanan berbasis masyarakat. Program ini lahir karena terjadinya degradasi sumber daya pesisir dan laut, yang disebabkan oleh perilaku manusia, karena terbatasnya pengetahuan akan pentingnya ekosistem laut bagi penghidupan yang berkelanjutan. Disamping itu keterampilan yang mumpuni harus dimiliki dalam mengelola sumber daya yang ada secara berkelanjutan.
Direktur Yayasan Tananua Flores (YTNF) Bernadus Sambut (tengah), saat memberikan keterangan pers kepada media, Jumad 20/8 |
"Keterbatasan pengetahuan akan pentingnya ekosistem laut ditunjukkan dengan adanya perilaku pemboman ikan, penebangan bakau, pengambilan pasir atau batu hijau yang berlebihan yang berdampak pada terganggunya ekosistim. Fokus dari program ini adalah pengelolaan perikanan gurita dengan penguatan kelembagaan nelayan. Tujuannya adalah meningkatkan kesejahteraan ekonomi, kualitas kesehatan masyarakat nelayan dan konservasi daerah pesisir." Ungkap Bernadus Sambut.
Pada Tahun 2019, lanjut Bernadus Sambut, Yayasan Tananua Flores (YTNF) memulai program ini di Lingkungan Arubara, Kelurahan Tetandara, Kecamatan Ende selatan, dan Desa persiapan Maurongga, Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende.
Pada tahun 2021 YTNF memperluas wilayah pendampingan di Kecamatan Ndori (Desa Maubasa, Maubasa Timur dan Serandori) dan di Desa Tonggo, Podenura (Kecamatan Nangaroro), Desa Kotodurimali Kecamatan Keo Tengah Kabupaten Nagekeo.
"Sampai saat ini YTNF sedang dan akan mendampingi 36 nelayan di lingkungan Arubara yang sudah terorganisir dalam satu kelompok dengan nama Kelompok Nelayan gurita Arubara, 1 kelompok nelayan di Maurongga, Kelompok Kerja Locally-Managed Marine Area (LMMA) Wilayah Kelautan yang dikelola secara Lokal di Lingkungan Arubara dan kelompok perikanan di wilayah Desa Podenura, Tonggo dan Kotodirumali di kabupaten Nagekeo dan 3 desa di Kecamatan Ndori. Program Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan ini adalah program baru bagi Yayasan Tananua Flores, tetapi dengan bimbingan teknis dari Yayasan Pesisir Lestari dalam kemitraan dengan Blue Ventures, ada beberapa tahapan kegiatan yang dilakukan bersama dengan masyarakat nelayan dan salah satu kegiatannya adalah pendataan perikanan gurita. Kami memulai program dengan pendataan perikanan gurita berbasis masyarakat dimana masyarakat adalah pelaku utama pendataan. Dari data yang kami kumpulkan, memberikan gambaran bahwa potensi perikanan gurita di wilayah pesisir selatan Kabupaten Ende sangat menjanjikan. Potensi perikanan gurita telah dimanfaatkan oleh nelayan di Lingkungan Arubara dan nelayan di Desa Persiapan Maurongga. Untuk itu sangat diharapkan partisipasi aktif dari semua steacholder termasuk pemerintah daerah dalam memberikan dukungan, sehingga memiliki nilai lebih bagi masyarakat nelayan. Kita memiliki potensi laut yang sangat menjanjikan, namun sistim dan cara pemanfaatan perlu dibenahi untuk menjaga ekosistim yang ada. Untuk itu Yayasan Tananua hadir untuk memberilan pendampingan dan pelatihan, serta menghimpun para nelayan didalam satu wadah usaha bersama. Tujuan kita bagaimana potensi alam bisa dimanfaat dwngan baik untuk peningkatan ekonomi nelayan dengan tetap menjaga dan melestarikan ekosistim laut yang ada." tegas Bernadus Sambut.
Sementara itu, ketua kelompok nelayan LMMA, Iksan Adnan, menjelaskan, sebelum dilakukan pendampingan oleh Yayasan Tananua Flores, aktifitas nelayan penangkap gurita bekerja secara perorangan. Sejak tahun 2019, aktifitas nelayan sudah dalam bentuk kelompok. Bahkan sejak adanya pendampingan ini, para nelayan juga diberikan pelatihan dan ketrampilan sehingga menambah wawasan dan kemampuan memanfaatkan potensi yang ada.
"Kita bersukur, sejak adanya pendampingan dari Yayasan Tananua Flores, diikuti dengan pelatihan, saat ini pola dan sistim kerja susah mulai dirubah. Bahkan para nelayan mulai merasakan manfaatnya dan sepakat untuk membentuk kelompok nelayan penangkap gurita. Ada perubahan dalam proses penangkapan gurita dan penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan. Saat ini kita sedang melakukan penutipan sementara lokasi tangkap gurita, sebagai upaya pelestarian,menjaga biota laut dan nantinya mendapatkan tangkapan yang sesuai permintaan pasar. Pada prinsipnya upaya yang dilakukan Yayasan Tananua Flores, sangat membantu dan memberikan nilai positif bagi nelayan penangkap gurita." jelas Iksan Achmad.
Salah satu pengepul dan juga sebagai ketua kelompok nelayan penagkap gurita, Fudin Ali, pada kesempatan tersebut menyampaikan komitmen untuk tetap membantu nelayan. Komitmen tersebut tetap diwujudkan untuk membeli hasil tangkapan nelayan dan memasarkan, walau hargga pasaran saat ini turun akibat pandemi covid 19.
"Kita tetap berkomitmen membantu anelayan dengan mengumpulkan dan memasarkan hasil tangkapan nelayan gurita. Walaupun akibat pandemi ini, harga gurita dipasaran turun hingga Rp. 15.000 per kilo gram. Banyak pengepul dan nelayan saat ini beralih provesi untuk mendapatkan keuntungan. Namun bagi saya, dengan adanya program ini, dan juga terbentuknya wadah bagi para nelayan, kita tetap berkomitmen untuk membantu para nelayan. Yang kita butuhkan saat ini adalah proses pelatihan berkaitan dengan penentuan klasifikasi dan penyortiran gurita. Pelatihan ini penting sehingga kita bisa mengetahui kwalitas hasil tangkapan dan bisa mengetahui secara pasti berapa harga jualnya. Kalau perlu ada pihak yang memfasilitasi menghadirkan perusahaan gurita di Kabupaten Ende." tutup Fudin Ali.
Data yang diperoleh media ini dimana terlihat, hasil pendataan Gurita dalam periode Oktober 2019 - Mei 2021 terdata 59 nelayan gurita dengan jumlah tangkapan gurita sebanyak 9.359 kg, yaitu gurita dengan ukuran di atas 2 kg sebanyak 3.292 kg, 1-2 kg total tangkapan sebanyak 5.876 kg dan di bawah 1 kg 190 kg. jumlah total individu gurita yang di tangkap sebanyak 5.652 ekor. Dengan rincian gurita betina 2.844 ekor, dan jantan sebanyak 2.808 ekor. Total pendapatan nelayan gurita (pendapatan desa dari perikanan gurita) yaitu Rp170.693.250 (seratus tujuh puluh juta enam ratus sembilan puluh tiga ribu dua ratus lima puluh rupiah) dengan rincian per tahun 2019 (Oktober-Desember) sebanyak Rp75.420.000 (tujuh puluh lima juta empat ratus dua puluh ribu rupiah) dengan harga gurita Rp40.000/kg. Pada Tahun 2020 terjadi penurunan harga gurita per kg menjadi Rp 15.000 - Rp20.000 sehingga total pendapatan di tahun 2000 (Januari - Desember) adalah Rp68.495.250 (enam puluh delapan juta empat ratus sembilan puluh lima ribu dua ratus lima puluh rupiah) dan di tahun 2021 kisaran harga gurita Rp20.000/kg, total pendapatan nelayan tahun 2021 (Januari - Mei) adalah Rp26.778.000 (dua puluh enam juta tujuh ratus tujuh puluh delapan ribu rupiah).
Terdapat 69 fishing site atau lokasi yang menjadi area tangkapan nelayan. Lokasi memancing nelayan Arubara dengan jumlah tangkapan yang paling tinggi di lokasi Ngalupolo sebanyak 1.079,5 kg, Wolo topo 879,5 kg dan yang paling rendah adalah lokasi tangkapan Loworongga dengan jumlah hasil tangkapan 4 kg. Dengan total tangkapan selama periode oktober 2019 - mei 2021 sebanyak 8.117 Kg. Hasil tangkapan nelayan di Maurongga pada periode yang sama sebanyak 1.242,45 kg. dengan jumlah tangkapan paling tinggi di lokasi Mau rongga sebanyak 1.014,75 Kg, lokasi tangkap Nangalala 83,7 Kg sedangkan lokasi dengan tangkapan paling rendah di Nagakeo 13,5 Kg. Lokasi terfavorit yang sering dikunjungi nelayan gurita Arubara yaitu Mauwaru, ada 47 orang nelayan sebanyak 104 trip dan lokasi favorit lainnya yang dikunjungi nelayan yaitu Wolotopo 40 nelayan dengan 104 trip dan lokasi yang paling jarang didatangi yaitu Mbomba oleh 1 orang nelayan dan 1 kali trip. Sedangkan Lokasi terfavorit nelayan Maurongga adalah lokasi tangkap maurongga yang dikunjungi oleh 7 nelayan dengan 218 trip. Para nelayan biasanya menggunakan alat tangkap yang berbeda. Data menunjukkan bahwa hasil tangkapan menggunakan alat pancing 4.101 ekor, menggunakan pocong saja 1.232 ekor, pocong dan pancing 151 ekor, menggunakan ganco 154 ekor, dan menggunakan baka besi 14 ekor. (kp/tim)