Ketua Fraksi Demokrat DPRD Ende, Mahmud Djegha Bento |
Ende,KP
Penggunaan dana insentif daerah (DID) tahun 2020 sebesar Rp. 14,9 Miliar masih menyisahkan pro dan kontra dilembaga rakyat. Pengalokasian dan peruntukan anggaran dana tambahan tahun 2020, yang tertuang dalam kebijakan anggaran Pemkab Ende, dinilai mayoritas fraksi menyalahi aturan. Kebijakan penganggaran dan pengalokasian tidak berpedoman pada peraturan Mentri Keuangan Republik Indonesia Nomor 87/PMK.07/2020, Tentang Pengelolaan Dana Insetif Daerah Tambahan Tahun Anggaran 2020. Enam Fraksi di lembaga rakyat meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan NTT, melakukan audit investigasi terhadap penggunaan dana DID yahun 2020.
Mayoritas fraksi di DPRD Ende, menemukan terjadinya kejanggalan soal Kebijakan penganggaran dan pengalokasian kegiatan yang bersumber dari Dana Insetif Daerah (DID) Tambahan Tahun 2020 yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Ende. Kebijakan penganggaran dan pengalokasian kegiatan itu tidak berpedoman pada peraturan Mentri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 87/PMK.07/2020 Tentang Pengelolaan Dana Insetif Daerah Tambahan Tahun Anggaran 2020. Fraksi PDI Perjuangan, NasDem, Hanura, PSI, Amanat Keadilan Sejahtera dan Fraksi Partai Demokrat, secara tegas menyampaikan sikap politik menolak menerima pertanggungjawaban penggunaan dana DID tahun 2020. Keenam faraksi juga secara tegas menyatakan tidak bertanggungjawab dan meminta BPK segera melakukan audit investigasi.
Dalam PMK Nomor: 87/PMK.07/2020, di pasal 2 menjelaskan penggunaan DID tambahan di prioritaskan untuk mendorong pemulihan ekonomi di daerah, termasuk mendukung industri kecil, usaha mikro kecil dan menengah, koperasi dan pasar tradisional serta penanganan Covid-19 bidang kesehatan dan bantuan sosial. Sayangnya pengelolaan DID dianggarkan oleh Pemkab Ende untuk kegiatan seperti rehabilitasi pemeliharaan jalan dan peningkatan jaringan air minum bersih.
Juru bicara Fraksi Hanura, Iwan Kila, saat menyampaikan sikap politik Fraksi Hanura, dimana menurut Fraksi Hanura masih ada kejanggalan dalam penggunaan dana DID yang tidak sesuai regulasi. Hal yang sama juga disampaikan juru bicara Fraksi PSI, Emanuel Minghu, dimana menurut Fraksi PSI, pengalokasian anggaran DID tidak fokus pada penanganan masalah yang saat ini terjadi.
"Sikap politik kami dari Fraksi Hanura menerima pengesahan rancangan peraturan daerah menjadi perda pertanghungjawaban pelaksanaan APBD II tahun anggaran 2020. Namun Fraksi juga memberikan cacatan keras berkaitan dengan penggunaan dana DID yang tidak sesuai peraturan menteri keuangan nomor 87/PMK.07/2020. Fraksi meminta BPK segera melakukan audit investigasi terhadap penggunaan dana DID tersebut." sebut Iwan Kila.
Ketua Fraksi Demokrad DPRD Ende, Mahmud Djegha Bento, kepada media ini, Selasa 24/8 mengatakan, sikap Fraksi Partai Demokrat sangat jelas yaitu menolak rancangan peraturan daerah untuk ditetapkan menjadi perda pertanggungjawaban pelaksanaan APBD tahun 2020. Keputusan politik yang kami sampaikan sebagai bentuk pertanggungjawaban kami kepada masyarakat yang sudah memberikan kepaercayaan kepada kami.
"Secara tegas saya sebagai Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Ende menyatakan menolak rancangan peraturan daerah untuk ditetapkan menjadi peraturan daerah pertanghungjawaban anggaran tahun 2020. Penolakan kita tanpa ada catatan, karena sesuai dengan amanat yang tertuang didalam tatip DPRD Ende. Kita melihat ada kejanggalan yang cukup banyak baik dalam kebijakan anggaran dan juga dalam hal lainnya berupa kebijakan yang diambil Pemkab Ende. Kita menilai pemerintah tidak memberikan jawaban dan sikap yang tegas berkaitan dengan pertanyaan fraksi. Berkaitan dengan penghunaan dana DID, Fraksi Demokrat mendorong untuk segera dibentuk pansus. Disamping itu kita meminta kepada BPK untuk melakukan audit investigasi." tegas Mahmud Bento.
Sebelumnya diberitakan media ini, rapat paripurna IV pada masa sidang III berlangsung pada Senin 23/8. Rapat paripurna dipimpin oleh Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Ende, Erikos Emanuel Rede, yang juga sebagai Ketua Partai NasDem Ende dan dihadiri oleh Bupati Ende, H. Djafar Achmad, Sekda Ende, Agustinus G. Ngasu, dan sejumlah pimpinan OPD.
Sikap Politok Fraksi NasDem DPRD Kabupaten Ende yang disampaikan Yulius Cesar Nonga, menyatakan sikap menolak kebijakan penganggaran dan pengalokasian kegiatan yang bersumber dari DID tambahan tahun 2020 yang tidak berpedoman pada pasal 2 Peraturan Mentri Keuangan RI Nomor: 87/PMK.07/2020 tentang pengelolaan DID tambahan tahun 2020. Kegiatan penyedian sarana dan prasarana penangkapan ikan (pengadaan barang yang diserahkan kepada masyarakat berupa rumpon laut dalam sebanyak 66 unit/Coolbox dan kapal ikan Fiber Glass 20 Unit) senilai Rp. 4.800.000.000,00 di sebapkan jumlah kelompok Masyarakat Sasaran dan sebaran wilayah sasaran tidak representative untuk mendorong pemulihan ekonomi dalam skala daerah.
Kegiatan Rehabilitasi Pemeliharaan jalan dengan total anggaran senilai Rp. 3.500.000.000.00( Peningkatan Jalan Lingkar luar RSUD Ende dengan dana senilai Rp.3.000.000,00 dan pemeliharaan jalan Ende-Rate kelurahan Tanjung dengan dana senilai Rp. 500.000.000,00) senilai karena kegiatan ini tidak bersentuhan langsung dengan penanganan Covid -19 bidang kesehatan.
Kegiatan Pembangunan Sarana dan Prasarana Air Bersih pedrsaan ( Peningakatan Jaringan Air Bersih atau Air Minum)senilai Rp. 500.000.000,00 karena kegiatan di maksud tidak bersentuhan langsung dengan penanganan Covid -19. Menurut Fraksi NasDem, kebijakan dan pengalokasian kegiatan di atas tidak diikuti dengan kajian berbasis indikator ataupun variabel yang memperkuat kebijakan ini. Oleh karenanya, tegas Yulius, Fraksi NasDem mendesak BPK perwakilan Provinsi NTT untuk meninjau kembali pernyataan persetujuan hasil konsultasi Pemerintah Kabupaten Ende terhadap 4 kegiatan tersebut dan melakukan audit lanjutan.
Hal yang sama juga disampaikan Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Ende, Vinsensius Sangu. Menurut Fraksi PDIP, kata Vinsen, merujuk pada amanat Peraturan Mentri Keuangan Nomor: 87/PMK.07/2020 tentang pengelolaan DID tambahan tahun anggaran 2020, maka pemerintah daerah yang wilayahnya terdampak Covid-19 diberikan kewenganan untuk merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang fokus prioritasnya pada penanganan pemulihan ekonomi, kesehatan dan bantuan sosial.
Terhadap temuan Fraksi PDIP, terkait pengadaan rumpon di Pulau Ende, jalan lingkar luar BLUD RSUD Ende, dan beberapa item kegiatan lainnya yang diidentifikasi sebagai kegiatan non Covid, Farksi menilai, kegiatan dimaksud sebagai bentuk pengingkaran terhadap prinsip-prinsip tata kelola Pmerintah yang baik. Selain itu, lanjutnya Vinsen, Fraksi juga menilai bahwa hal itu telah melanggar asas pengelolaan keuangan yakni asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.(kp/tim)