Bupati Ende, H. Djafar Achmad, memberikan keterangan pers usai mengikuti sidang paripurna. |
Ende,KP
Pertama kali dalam sejarah, fraksi-fraksi di DPRD Ende memberikan catatan kritis dan menolak rancangan peraturan daerah untuk ditetapkan menjadi perda pertanghungjawaban pelaksanaan APBD tahun 2020. Enam fraksi di DPRD Ende menolah pertanghungjawaban berkaitan dengan penggunaan dana DID yang dinilai tidak sesuai peraturan menteri keuangan. Sikap politik yang disampaikan para wakik rakyat menurut Bupati Ende, H. Djafar Achmad sebagai bentuk kontrol dari lembaga DPRD Ende.
Bupati Ende, H. Djafar Achmad kepada media mengatakan, sikap politik yanf disampaikan DPRD Ende, melalui pendapat akir fraksi, sebagai bentuk kontrol kepada pemerintah. Hal yang lumrah dan biasa antara dua lembaga untuk saling mengawasi dan mengingatkan.
"Sya hargai sikap politik dari fraksi-fraksi di DPRD Ende. Itu hal yang biasa-biasa saja antara dua lembaga sebagai bentuk kontrol dari lrmbaga DPRD. Saya juga menyampaikan ucapan terima kasih atas proses dan hasil pembahasan di lembaga DPRD. Pemkab Ende setuju menetapkan ranperda menjadi perda penggunaan anggaran tahun 2020." tegas Bupati Djafar.
Penggunaan dana insentif daerah (DID), lanjut Bupati Djafar, sudah sesuai dengan mekanisme dan aturan yang ada. Bahkan saat itu pengalokasian anggaran sesuai dengan momentum dan situasi yang dihadapi Pemerintah berkaitan dengan pandemi covid 19.
"Tidak mungkin kita gunakan anggaran diluar kewenangan dan aturan yang berlaku. Penghunaan dana DID sesuai dengan rujukan aturan yang ada dan juga momentum saat itu yang terjadi. Pemerintah juga sudah menyampaikan laporan oertanggungjawaban pengyunaan anggaran tersebut. Bahkan sudah dilakukan audit oleh BPK perwakilan NTT. Jika para wakil rakyat meminta kembali dilakukan audit, pemerintah selalu siap dan terbuka." ungkap Bupati Djafar.
Seperti diberitakan media ini sebelumnya, penggunaan dana insentif daerah (DID) tahun 2020 sebesar Rp. 14,9 Miliar masih menyisahkan pro dan kontra dilembaga rakyat. Pengalokasian dan peruntukan anggaran dana tambahan tahun 2020, yang tertuang dalam kebijakan anggaran Pemkab Ende, dinilai mayoritas fraksi menyalahi aturan. Kebijakan penganggaran dan pengalokasian tidak berpedoman pada peraturan Mentri Keuangan Republik Indonesia Nomor 87/PMK.07/2020, Tentang Pengelolaan Dana Insetif Daerah Tambahan Tahun Anggaran 2020. Enam Fraksi di lembaga rakyat meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan NTT, melakukan audit investigasi terhadap penggunaan dana DID yahun 2020.
Mayoritas fraksi di DPRD Ende, menemukan terjadinya kejanggalan soal Kebijakan penganggaran dan pengalokasian kegiatan yang bersumber dari Dana Insetif Daerah (DID) Tambahan Tahun 2020 yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Ende. Kebijakan penganggaran dan pengalokasian kegiatan itu tidak berpedoman pada peraturan Mentri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 87/PMK.07/2020 Tentang Pengelolaan Dana Insetif Daerah Tambahan Tahun Anggaran 2020. Fraksi PDI Perjuangan, NasDem, Hanura, PSI, Amanat Keadilan Sejahtera dan Fraksi Partai Demokrat, secara tegas menyampaikan sikap politik menolak menerima pertanggungjawaban penggunaan dana DID tahun 2020. Keenam faraksi juga secara tegas menyatakan tidak bertanggungjawab dan meminta BPK segera melakukan audit investigasi.
Dalam PMK Nomor: 87/PMK.07/2020, di pasal 2 menjelaskan penggunaan DID tambahan di prioritaskan untuk mendorong pemulihan ekonomi di daerah, termasuk mendukung industri kecil, usaha mikro kecil dan menengah, koperasi dan pasar tradisional serta penanganan Covid-19 bidang kesehatan dan bantuan sosial. Sayangnya pengelolaan DID dianggarkan oleh Pemkab Ende untuk kegiatan seperti rehabilitasi pemeliharaan jalan, peningkatan jaringan air minum bersih, pengadaan rumpon dan kapal viber glass.(kp/tim)