Opini
Ditulis oleh Edel Witu, tinggal di Boawae.
Kasus kematian Kepsek SDI Ndora akibat penikaman
oleh orangtua yang menolak pemulangan anaknya, karena
tunggakan uang komite ketika hendak ujian sungguh
meresahkan pendidik dan warga masyarakat Nagekeo saat ini.
Peristiwa ini sangat mencoreng dan melukai wajah pendidikan.
Pertanyaan pentingnya adalah apakah uang komite harus
dihapuskan karena hal itu menjadi penyebab kematian naas sang guru tersebut?
Mari kita pelajari tali-temali kejadian tersebut dan
menghubungkannya dengan sistem pendidikan yang berlaku di Indonesia. Uang komite harus terus dipertahankan karena ia bukan penyebab untuk konteks sistem pendidikan Indonesia.
Uang komite adalah konsep positip yang menopang kemajuan sekolah dan bagian dari kebijakan dan keputusan bersama. Pemanfaatan uang komite secara transparan dan akuntabel tentu menjadi syarat pelaksanaannya. (1)
Secara hukum tindakan kejahatan tersebut akan dicari
kronologis peristiwa yang saling terkait. Uang komite akan dinilai sebagai penyebab penikaman dan kematian kepala sekolah. Hal tersebut
tampak dalam kelogisan susunan kejadian. Kita perlu perhatikan hal
lain yang berkolerasi dengan 2 peristiwa tersebut. Bentuk
komunikasi sekolah dengan orangtua / wali, ekonomi orangtua / wali dan sistem pendidikan perlu dihubungkan dengan kasus tersebut.
Usul saran untuk menghapus uang komite akan dinilai gegabah, kurang mendasar dan kurang menguntungkan dan di
jangka panjang akan merugikan dunia pendidikan itu sendiri.
Bagaimana tidak demikian? Alasan mendasar adalah uang komite merupakan hal positip yang dilakukan secara transparan dan
akuntabel. Sejak beberapa dekade lalu orangtua menjadi penopang utama keberlangsungan pendidikan dan mereka membayar dengan
senang hati demi keberhasilan hidup buah hati mereka.
Saat ini mayoritas orangtua / wali melakukan hal yang sama. Jika uang komite dihapus maka yang menanggung resiko adalah anak didik dan orangtua pula. Begitu banyak kebutuhan dana untuk suatu kemajuan pendidikan. Gaji guru honor masih sangat prihatin dengan angka kisaran 500 ribu hingga 750 ribu sebulan. Apakah
semua itu harus menjadi beban Negara di APBN atau APBD?
Tentu tidak cukup kecuali ada tambah utang Negara untuk maksud pemafaatan dana tersebut. Uang komite digunakan untuk perbaikan fasilitas seperti gedung, meja, kursi dan hal lainnya.
(2) Pemerintah daerah dan berbagai elemen lain mesti
fokus pada penataan tata cara agar uang komite dipungut dan
digunakan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan.
Bentuk komunikasi para pihak yang berkaitan dengan uang
komite perlu diatur secara baik. Orangtua / wali memiliki tanggung jawab moril dan wajib membayar uang komite untuk mendukung kemajuan pendidikan. Penataan bentuk
komunikasi antara sekolah dengan komite perlu dibahas secara rinci dan sistematis.
Secara ekstrim, kita bisa ganti cara pungutannya. Misalnya, pengumpulan uang komite menjadi tanggung jawab anggota komite. Ketua komite menyerahkan uang tersebut ke kepala sekolah tanpa berdebat apalagi melukai pendidik dan kepala sekolah. Sekolah dan pendidik memiliki kegiatan dan tujuan mulia sehingga kita perlu cari cara
terbaik. Apakah kita memiliki cara lain?
(3) Pelaku perlu dihukum sesuai hukum yang berlaku.
Kita semua berduka cita atas kematian Ibu Kepsek. Terima
kasih atas jasanya dan salam merah putih buat ibu tercinta.
Kita butuh pencerahan lebih lanjut. Mari kita refleksi lebih
lanjut dan cari jalan keluar yang baik.
(4) Ekonomi masyarakat menjadi faktor lain yang bisa kita tarik benang merahnya. Upaya meningkatkan ekonomi warga masih gagal walaupun ada sejumlah program bahkan dana yang semakin meningkat ke berbagai kelompok tani dan desa. Terdapat kekeliruan
bangunan karena konsep membangun tanpa berbasis data dan pengetahuan. Kepentingan kelompok dan pribadi mendominasi roti dan kue pembangunan. Kalaupun ada yang ke masyarakat,
kegiatannya bersifat sementara alias tanpa keberlanjutan.
Perhatian dan pembahasan akan pola bangunan kehidupan sosial kurang mendapat perhatian. Banyak kegiatan bersifat konsumtif dan minim
produktif. Banyak warga terlilit kesulitan ekonomi untuk berbagai kebutuhan. Ada kebutuhan semu yang dipaksakan untuk
direalisasikan. Namun, ada juga banyak kebutuhan ril yang
dikorbankan termasuk membayar. (Edel Witu)