Ende,KPWakil Ketua I DPW MOI NTT, Rusdy Maga
Dewan Pimpinan Wilayah MOI (Media Online Indonesia) Provinsi Nusa Tenggara Timur secara tegas mendesak Polda NTT untuk menangkap pelaku pembuat dan penyebar Konten Politik SARA. DPW MOI NTT bahkan telah mengeluarkan surat kuasa unyuk melapor secara resmi pembuat dan penyebar konten bernuansa SARA. Kuat dugaan praktik politik dan target tertentu telah dimainkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, untuk merusak harmonisasi kehidupan masyarakat. Ini perlu disikapi dan ditindak tegas oleh aparat kepolosian.
Ketua dan jajaran pengurus DPW MOI NTT telah menerbitkan surat kuasa kepada Rusydi Maga selaku Wakil Ketua I untuk membuat laporan polisi di Polda NTT, Pada Sabtu (05/06/2021) malam.
Rusydi Maga yang juga Wartawan Utama itu secara resmi menerima mandat dari DPW MOI NTT untuk membuat Laporan Polisi (LP) di Polda NTT atas beredarnya Konten SARA yang terus didengungkan segelintir orang.
Rusdy (Sapaan akrabnya) kepada wartawan menjelaskan secara organisasi dirinya tunduk terhadap mandat tersebut.
"Ini merupakan mandat sehingga saya bertindak atas nama organisasi bukan pribadi." Tuturnya
Lebih lanjut Rusdy menjelaskan bahwa dasar laporan fokus terhadap pelaku pembuat maupun penyebar Konten SARA
"Ini semua jelas hanya demi kepentingan masyarakat semata. Kita (MOI) ingin menyelamatkan banyak orang agar tidak terjebak dalam konflik kepentingan sesat segelintir orang yang berusaha memprovokasi seluruh masyarakat." Bebernya
Terlepas dari isu SARA yang beredar tersebut, tokoh muda yang cukup berpengaruh dalam jajaran elit pers Kota Kupang itu berpesan agar, kerukunan antar umat beragama tetap dijaga dan tidak terpengaruh dengan isu sesat. Kita hidup di negeri demokrasi, provinsi sebagai rahim pancasila, harus terus kita jaga persatuan dan kesatuan dalam hidup bermasyarakat.
"Kita semua bersaudara, mari bersatu dan saling mengasihi. Damai itu indah, perbedaan bukanlah jurang pemisah tali persaudaraan antara kita, pakailah cinta dan kasih sebagai jembatan untuk kita saling bersilahturahmi." Pungkasnya.
Terkait dengan koten politik sara di kota kupang dan rekaman hasil wawancara ketua DPRD kota kupang yang beredar dipublik, Rusydi menjelaskan, tidak semua peristiwa layak diberitakan.
" Tidak semua orang layak diwawancarai dan/atau dimintai konfirmasi sebagai narasumber. Tidak semua peristiwa memiliki nilai berita. Untuk itu, Jurnalis harus peka dan menghindari berita yang beraroma SARA," tegas Rusdy.
Rusydi berharap media dan wartawan dalam mumpublish berita dan praktek yang ideal, tidak semua bahan berita langsung “dicaplok mentah-mentah” dan dipublikasika, harus difilter atau digodok secara matang dalam redaksi sebelum dipublikasikan apalagi menyangkut isu sara.
"Harus diingat, kebebasan pers bukan berarti bebas tanpa tanggung jawab. Kebebasan pers justru harus bertanggung jawab berdasarkan Kode Etik Jurnalistik . Terlebih bila terkait dengan peristiwa yang “patut dapat diduga” bermuatan SARA (suku, agama, ras, antar-golongan)," jelas Rusdy.(kp/tim)