Kondisi terkini danau Kelimutu (tiwu Ata Bupu), gambar diabadikan Hari ini Selasa 25/5Kondisi Pernukaan air danau Kelimutu (tiwu Ata Bupu) sebelum terjadi penurunan permukaan air danau. Foto Istimewa
Ende, KP
Fenomena terus menurunya permukaan air danau Triwarna Kelimutu pada tiwu Ata Bupu, perlu dikaji secara ilmiah apa penyebab utamanya. Pro kontra ditengah masyarakat harua ada pembuktian secara ilmiah, sehingga publik dibumi Kelimutu bisa mengetahui secara pasti penyebab utamanya. Pasalnya, ikon pariwisata danau Triwarna Kelimutu yang menjadi kebanggaan masyarakat, salah satu danaunya (tiwu Ata Bupu) terus mengalami penurinan permukaan air. Saat ini kondisinya sudah sangat memprihatinkan, kondisi permukaan pada tiwu Ata Bupu mengalami penyusutan yang sangat signifikan.
Pantauan media ini langsung dilokasi Danau Triwarna Kelimutu, Selasa 25/5 pagi, terlihat tepi danau yang sebelumnya ditutupi air, kini terlihat jelas. Dasar dan bebatuan didinding danau terlihat jelas dari puncak tugu. Butuh satu penelitian yang lengkap unyuk mengetahui penyebab utamanya, sehingga tidak terjadi perdebatan ditengah masyarakat.
Anghota DPRD Kabupaten Ende, Selasa 25/5, menggelar rapat dengar pendapat dengan berbagai instansi terkait, menyikapi desakan dari pelaku pariwisata yang datang menyampaikan aspirasi sehari sebelumnya. Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPRD kabupaten Ende dengan Dinas Pariwisata, Dinas Lingkungan Hidup, Sokoria Geothermal Indonesi (SGI), BVMG, TNK, camat Ndona Timur, Camat Kelimutu dan Perkumpulan Pelaku Pariwisata Moni Kelimutu (P3MK).
RDP dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi II DPRD Ende, Maximus Deki, dan dihadiri 16 Anggota DPRD Ende.
perwakilan P3MK, Hans Samsaman, menjelaskan telah terjadi menurunnya debit air di tiwu ata bupu (danau orang tua) danau kelimutu. Kejadian ini sudah terjadi di dua tahun terakhir ini. Saat ini debit air danau kelimutu tersebut menurun sekitar 5 meter. Menurutnya, P3MK sudah melakukan langkah-langkah persuasif dan kekeluargaan melalui kunjungan dan berdialog baik dgn TNK maupun badan vulkanologi. Bagi P3MK, balai TNK adalah orang tua yang menjaga dan melindungi anaknya bernama danau kelimutu, namun terkesan bersikap apatis, duduk dan melihat saja.
Hans Samsaman kepada wartawan mengatakan, fenomena ini menjadi keresahan publik, karena danau Tri Warna yang dibanggakan itu akan hilang dan menggangu aktivitas pariwsata di daerah ini. P3MK mendatangi DPRD Ende, BTNK dan pemerintah agar memfasilitasi lembaga independen untuk melakukan kajian ilmiah.
"Ini menjadi keresahan publik karena ikon pariwiata di daerah ini akan hilang. Perlu ada kajian ilmiah jika itu fenomena alam maka kita tidak bisa buat apa - apa. Tetapi jika itu ada ganguan atau penyebab lain maka harus dipertanggungjawabkan. Penelitian atau kajian itu harus dilakukan oleh lembaga independen yang berkompeten untuk memastikan penyebabnya," tegas Hans Samsaman.
Semwntara, perwakilan Pusat Vulkanologi,Agus Da Silva menjelaskan,
Kejadian menurunnya debit air di danau kelimutu adalah kejadian biasa-biasa saja. Kejadian menurunnya debit air danau kelimutu mungkin disebabkan oleh kemarau yang panjang sebagai pemicunya. Selain itu diduga adanya penyerapan air danau kelimutu oleh tanah.
Hal yang sama juga disampaikan pihak SGI, dimana berdasarkan hasil.kajian yang dilakukan sebelum pengeboran oleh tim ahli, tidak ada kaitan dan berpengaruh terhadap keberadaan Danau Kelimutu.
Terkait persoalan yang terjadi penurunan permukaan air danau Tiwu Ata Bupu, Anggota DPRD Ende, Vinsen Sangu menjelaskan, diksi yang dipakai oleh badan vulkanologi dengan kata 'kemungkinan, dugaan, biasa saja, menunjukan lemahnya peran institusi tersebut dalam menjalankan fungsinya. Sebagai elemen strategis untuk mendeteksi akan terjadinya sesuatu yang besar di puncak danau kelimutu mestinya mengambil sikap dengan fenomena yang ada. Kejadiannya sudah dua tahun ini, namun belum ada upaya dari berbagai elemen untuk melakukan penelitian atau kajian ilmiah. Kalau masyarakat harus kehilangan aset paling berharga yang sudah mendunia, dengan hasil kajian ilmiah yang independen, transparan dan benar-benar bisa dipertanggungjawabkan itu bisa diterima. Namun kondiai ini sudah dua tahun terjadi penurunan permukaan air pada tiwu Ata Bupu, tetapi belum ada satupun upaya untuk mencari tau apa penyebabnya. Hari ini kita hanya mendengar penjelasan dengan kata dugaan, jangan buat polemik berkepanjangan ditengah masyarakat. Menurunnya debit air di puncak danau kelimutu tidak bisa diabaikan sebagi fakta baik atas kejadian alam maupun oleh aktivitas manusia. Debit air di danau Kelimutu tidak saja menjadi ancaman bencana geologi, tetapi ada potensi besar akan ancaman tergerusnya nilai kearifan lokal peradaban budaya lio dan terancam kehilangan obyek wisata ikon Ende di mata dunia.
"Saya mendesak pemerintah, TNK, badan Vulkanologi, Dinas Pariwisata, segera melakukan kerja sama dengan lembaga perguruan tinggi, maupun lembaga riset lainnya yang memiliki kompentensi untuk melakukan kajian ilmiah. Kita butuh kepastian secara ilmiah apa penyebabnya sehingga tidak terjadi polemik dan saling tuding. Ini aset wisata yang sudah mendunia, dan menjadi bagian dari kearifan lokal adat budaya Ende -Lio. Kita butuh satu kejelasan yang pasti bukan pengandaian atau dugaan saja." tegas Vinsen Sangu.
Hasil dari rapat dengan pendapat (RDP) yang berlangsung di gedung DPRD diantaranya, mendeaak Pemerintah Daerah, BVMG, dan TNK, segera melakukan kajian ilmiah atas dampak menurunnya permukaan air Danau Kelimutu. Kajian Ilmiah tersebut diminta untuk dilakukan oleh tim independen baik lembaga perguruan tinggi maupun lembaga riset lainnya yang memiliki kompentensi dibidangnya (Geologi, geokimia, geofisika). Dan hasil kajian ilmiah tersebut dipublikasikan secara terbuka kepada masyarakat umum.
Pemerintah daerah dan TNK diminta untuk segera melaksanakan seremonial adat sesuai adat dan budaya setempat atas dampak menurunnya debit air di danau kelimutu tersebut.
Pemerintah daerah diminta untuk melakukan pemantauan dan evaluasi secara rutin dan berkala, baik atas menurunnya debit air danau kelimutu maupun dampak lingkungan atas aktivitas pengeboran panas bumi mutubusa Sokoria di kecamatan Ndona Timur.(kp/tim)