Ende, KpAnggota DPRD Ende, dari Fraksi Partai NasDem, Octafianus Moa Mesi
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ende dinilai mengabaikan nasib para buruh. Belum ada terobosan dan program yang jelas memperjuangkan hak-hak dari para buruh. Faktanya ketika ada persoalan atau sengketa antara para buruh dan pengusaha, sangat terkesan pemerintah lebih membela pengusaha ketimbang para buruh. Bahkan upah para buruh yang bekerja disektor swasta dan mungkin juga pada instansi pemerintah, dibawah standar Upah Minimum Provinsi (UMP). Ada kecenderungan upah yang diterima para buruh atas kesepalatan dan lebih pada keputusan dari pemilik pekerjaan atau pengusaha.
Nasib dan hak pekerja yang bekerja di sektor swasta dan bekerja sebagai tenaga honorer di instansi pemerintah masih diabaikan. Para buruh atau tenaga honorer menerima upah tidak sesuai dengan standar UMP. Sebagian besar para buruh yang ada tidak mendapatkan hak jaminan sosial seperti BPJS Kesehatan apa lagi BPJS Ketenagakerjaan.
Ketua DPW Serikat Pekerja Seluruh Indonesia ( SPSI) Kabupaten Ende, Amrosius Sidi, kepada media ini, Minggu 2/5 menilai pemerintah tidak tegas melakukan pengawasan. Pemerintah juga masih terkesan berdiri dibalik pengusaha saat terjadi masalah dengan tenaga kerja atau pekerja. Sesuai dengan surat keputusan (SK) gubernur, UMP yang berlaku di provinsi NTT sebesar Rp 1.950.000. Realisasi di lapangan UMP ini tidak berlaku. Dari pengamatan dan penelusuran SPSI pekerja di Ende menerima upah dibawah UMP bahkan setengah dari UMP. "Ini fakta yang terjadi dan harus diterima oleh pekerja, karena pemerintah melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi tidak tegas kepada pengusaha atau pemberi kerja. Semestinya pemerintah melakukan sosialiasi dan memberikan ultimatum kepada pengusaha jika tidak memeberikan upah sesuai dengan UMP akan dikenakan sangsi tegas. Selama ini tidak terjadi bahkan pemerintah tidak pernah melakukan investigasi terkait upah yang ditwrima para buruh.'" tegas Ambros Sidi.
Lebih jauh dikatakannya, untuk apa SK Gubernur tentang UMP, jika tidak diberlakukan dan hanya selesai pada tataran sosialiasi. Pemerintah Kabupaten jangan hanya bagi edaran, tetapi panggil dan sosialisasikan itu dan yang tidak diberlakukan UMP harus diberikan tindakan tegas.
SPSI juga menyarankan kepada pemkab Ende agar membuat kajian terkait dengan UMP yang dikeluarkan gubernur, untuk mendapatkan upah minimum lokal yang disesuaikan dengan kondisi daerah. Para pekerja tidak berani bersuara dan mengadukan masalah ini karena takut kehilangan pekerjaan. "Kenyataan di lapangan pekerja menerima atau mendapatkan upah sangat tidak layak, tetapi mereka tidak berani bersuara. Mungkin mereka takut kehilangan pekerjaan dan itu yang menjadi salah satu kendala. Kita harap pemerintah tegas dan melakukan pengawasan lalu menindaklanjuti SK itu sesuai dengan kondisi daerah untuk menentukan UMR, " katanya.
Sekretaris SPSI Kabupaten Ende, Oktavianus Moa Mesi mengatakan, secara umum SPSI melihat pemerintah masih lemah dan terkesan mengabaikan hal ini. Dikatakanya, saat melakukan advokasi terkait masalah pengabaian hak pekerja, pemerintah terkesan berdiri dibalik pengusaha. Sudah pasti hak pekerja seperti jaminan sosial BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan diabaikan oleh pemberi kerja, bahkan mungkin THR dan pesangon tidak biberikan juga.
"Saat kita mengadvokasi pengaduan dari pekerja dalam kasus seperti PHK, kita melihat posisi pemerintah sangat lemah. Pemerintah seringkali alpa menangani dan mestinya menjadi bagian dari perjuangan pekerja, malah berdiri dibalik pengusaha. Jika seperti ini maka pekerja akan sulit mendapatkan haknya sesuai dengan surat keputisan (SK) gubernur." jelas Vian Moa Mesi.
Sekretaris SPSI Kabupaten Ende yang juga anggota DPRD Ende, mengatakan, pada peringatan hari buruh ini, serikat pekerja atau serikat buruh di Ende tidak menyerukan haknya dengan aksi lapangan. Namun SPSI Kabupaten Ende akan menggelar kegiatan dialog terbatas, yang melibatkan pemerintah, pengusaha dan stakeholder terkait lainnya. Tujuan dialog adalah membahas hak pekerja di Kabupaten Ende dan membahas SK Gubenur terkait UMP untuk ditindaklanjuti dan disesuaikan dengan kondisi daerah."Kita coba memfasilitasi dialog bersama, menindaklanjuti SK Gubenur tentang UMP. Jika memang tidak bisa seperti itu minimal pekerja bisa menerima upah yang layak untuk kehidupannya. Perlu diingat tingkat kemahalan atau daya beli di Ende itu cukup tinggi dan nomor dua di NTT. Untuk itu para pekerja wajib mendapatkan upah yang layak untuk kehidupannya," katanya.
Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Pengawasan Tenaga Kerja , Dinas Transnaker Ende, Yulius Emanuel Riwu, mengatakan UMP di Kabupaten Ende mengikuti provinsi yaitu 1.950.000. Berdasarkan pengawasan di lapangan pekerja mendapatkan upah sesuai dengàn UMP adalah pekerja yang bekerja di perusahaan bonafit. Sedangkan pekerja toko atau perusahaan kecil diberikan sesuai dengan kebijakan pemberi kerja apa lagi saat dalam kondisi pandemi covid-19.
"Kalau masalah upah itu memang banyak yang tidak sesuai dengan UMP, seperti di toko dan perusahan kecil. Saat ini kita sedang gencar sosialiasi terkait hak jaminan sosial pekerja. Kita harapkan pengusaha atau pemberi kerja mengurus BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan bagi para pekerjanya. Karena iti menjadi hak dari pekerja sesuai dengan regulasi," tutup Yulius.(Kp/tim)