Kondisi terkini penurunan permukaan air pada Tiwu Ata Bupu |
Ende, KP
Hingga kini penurunan permukaan air danau Kelimutu pada tiwu Ata Bupu mencapai 5 - 10 meter. Bebatuan yang berada didasar danau mulai terlihat. Penurunan ini terjadi sejak dua tahun lalu, namun belum ada kajian apa yang menjadi penyebabnya. Belum.ada langkah yang diambil Pemkab Ende melalui Dinas Pariwisata, Pihak TNK dan Vulcanologi terkait fenomena alam tersebut. Kondisi ini membuat perkumpulan pelaku pariwisata Moni -Kelimutu mulai cemas. Senin 24/5, P3KM mendatangi gedung DPRD Ende, mendesak para wakil rakyat, segera memanggil pemerintah dan para pihak terkait segera melakukan penelitian.
Kedatangan para pelaku wisata ini sebagai bentuk kepedulian dan takut salah satu destinasi wisata yang sudah mendunia hilang dan berdampak pada kunjungan dan aktivitas pariwisata. Menurut mereka ini keresahan publik yang diwakili oleh mereka segera disikapi melalui kajian ilmiah, untuk mengetahui penyebabnya.
P3MK meminta agar lembaga DPRD Ende segera memfasilitasi dan memanggil pihak terkait yaitu Badan Taman Nasional Kelimutu (BTNK) sebagai pengelola, vulkanologi serta Dinas Pariwisata Kabupaten Ende. Pelaku Pariwisata yang tergabung dalam P3MK juga meminta lembaga DPRD Ende memanggil PT. Sokoria Gheothermal Indonesia, yang melakukan aktivitas pengeboran panas bumi di Sokoria. Jarak lokasi pengeboran panas bumi mutubusa dekat atau berada di kaki gunung Kelimutu. Langkah ini mesti diikuti dengan tindakan penelitian atau kajian ilmiah untuk memastikan penyebabnya.
Kedatangan P3KM diterima langsung oleh ketua DPRD Ende, Fransiskus Taso bersama ketua komisi III, Vinsen Sangu dan beberapa anggota DPRD Ende. P3MK juga menampilkan foto dan vedeo terkait kondisi yang terjadi di salah satu danau di Taman Nasional Kelimutu ( TNK).
Ketua Perkumpulan Pelaku Pariwisata Moni - Kelimutu (P3MK) , Hans Samsaman kepada wartawan mengatakan, fenomena ini menjadi keresahan publik, karena danau Tri Warna yang dibanggakan itu akan hilang dan menggangu aktivitas pariwsata di daerah ini. P3MK mendatangi DPRD Ende, BTNK dan pemerintah agar memfasilitasi lembaga independen untuk melakukan kajian ilmiah.
"Ini menjadi keresahan publik karena ikon pariwiata di daerah ini akan hilang. Perlu ada kajian ilmiah jika itu fenomena alam maka kita tidak bisa buat apa - apa. Tetapi jika itu ada ganguan atau penyebab lain maka harus dipertanggungjawabkan. Penelitian atau kajian itu harus dilakukan oleh lembaga independen yang berkompeten untuk memastikan penyebabnya," tegas Hans Samsaman.
Hans mengatakan bahwa pihaknya sudah melihat dan sempat turun ke danau melihat langsung turunnya debit air di salah satu kawah danau Tiwu Ata Bupu. Kondisi ini terjadi sejak dua tahun terakhir dan P3MK sudah menyampaikan kondisi ini ke BTNK dan vulkanologi namun belum ada respon untuk melakukan kajian ilmiah.
"Kami sudah lihat langsung dan sempat turun juga ke danau. Diperkirakan permukaan air di kawah Tiwu Ata Bupu turun sekitar 5 - 10 meter. Kami juga sudah buat vedeo sebagai fakta di lapangan," katanya.
Pimpinan, ketua komisi III dan anggota DPRD Ende yang menerima kedatangan mereka mengapresiasi kepedulian dan keresahan dari P3MK terkait fenomena yang terjadi di TNK. Ketua DPRD Ende, Fransiakus Taso, mengatakan bahwa ini menjadi keresahan publik karena Danau Tiga Warna itu menjadi kebanggaan publik yang sudah mendunia.
Ketua DPRD Ende, Feri Taso meminta agar komisi III segera mengagendakan untuk menghadirkan pihak- pihak terkait dan berkompeten untuk membahas secara ilmiah dan segera melakukan kajian. Feri mengatakan bahwa DPRD Ende melalui komisi III akan mengundang pihak terkiat seperti BTNK, Vulkanologi dan PT SGI untuk menyikapi kondisi ini secara ilmiah.
" Saya memberikan apresiasi kepada P3MK yang telah datang menyamapaikan kondisi ini. Kita harus bahas secara ilmiah melalui kajian dan penelitian untuk mengetahui penyebabnya," katanya.
Ketua komisi III DPRD, Vinsen Sangu sebelumnya sudah mendesak BTNK, Dinas Pariwisata, DLH dan Vulkanologi agar segera melakukan penelitian. Menurut Vinsen kondisi ini segera disikapi agar tidak berdampak fatal pada aktivitas pariwisata di daerah ini.(kp/tim)