Luncuran dana 14 Miliar dana intensif daerah (DID) dari pemerintah pusat, sebagai kompensasi penanganan covid 19, kini memasuki babak baru. Pasalnya dana 3,5 Miliar yang diperutukan bagi pengadaan rumpon untuk kelompok nelayan, diduga tidak memenuhi asas manfaat. Uniknya dana insentif daerah yang dikucurkan pemerintah pusat target utamanya peningkatan perekonomian masyarakat. Faktanya rumpon yang diadakan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ende, tidak digunakan para nelayan. Bahkan ada kelompok nelayan yang langsung menjual rumpon tersebut. Mirisnya lagi transaksi penjualan rumpon berlangsung di depan Kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Ende. Aroma korupsi kini mulai terendus ke ruang publik. Mampuhkah aparat penegak hukum membuktikan sinyal dugaan korupsi dana intenaif daerah yang kini menyeruak ke ruang publik? Ataukah, informasi dan rekomendasi pansus LKPJ yang sudah disampaikan pada sidang paripurna DPRD Ende, hanya menambah deretan catatan publik.
Upaya pemerintah pusat melalui kementrian keuangan menggelontarkan dana intensif daerah (DID) tahun 2020, untuk pemulihan ekonomi masyarakat pasca pandemi covid 19. Kabupaten Ende dipenghujung tahun anggaran 2020 mendapat alokasi dana DID sebesar 14 Miliar lebih. Dari dana tersebut, 3,5 Miliar digunakan untuk pengadaan rumpon bagi puluhan kelompok nelayan yang terkena bencana badai, untuk pemihan ekonomi dan usaha mereka. Sayangnya pengadaan puluhan rumpon tersebut tidak digunakan para nelayan, diduga mutu rumpon yang diadakan tidak sesuai dengan kondisi perairan pantai selatan. Banyak rumpon yang dibiarkan mubasir dan ada yang sudah diperjual belikan para nelayan, setelah menerima pembagian rumpon dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ende. Pengadaan rumpon tersebut tidak memenuhi asas manfaat bagi kelompok nelayan.
Kondisi tersebut terungkap dalam rapat paripurna penyampaian hasil kerja pansus LKPJ Bupati Ende, Kamis 28/5. Anggota DPRD Ende, dari Fraksi PDI -P, Hj. Silvi Indra Dewa, secara tegas mengungkapkan pengaduan masyarakat, kepala desa dan camat Pulau Ende, dimana masyarakat merasa kecewa dengan rumpon yang dibagi tidak sesuai dengan kondisi arus laut pantai selatan. Jauh sebelumnya kelompok nelayan yang rumponya terbawa arus akibat badai dan gelombamg laut yang besar di tahun 2020, mengusukan agar pengadaan tali rumpon mengikuti apa yang menjadi kebutuhan masyarakat. Untuk pengadaan tali dan perakitan dikerjakan sendiri oleh kelompok nelayan sesuai kondisi arus laut. Namun usul tersebut tidak diikuti oleh pihak Dinas Kelautan dan Perikanan. Faktanya saat ini rumpon yang diadakan tersebut dibiarkan dan tidak digunakan masyarakat.
"Sebagai wakil rakyat saya harus mengungkapkan fakta yang sebenarnya sesuai pengaduan kelompok nelayan, kepala desa dan camat Pulau Ende. Saya tidak berurusan dengan proses dan sipa rekanan yang kerja, itu ranah dan ruang lain bagi saya. Tetapi aspirasi masyarakat harus saya sampaikan. Aspirasi ini juga menjadi salah satu catatan penting dari tim Pansus LKPJ Bupati Ende. Saya menyampaikan ucapan terima kasih bagi tim pansus LKPJ yang sudah bekerja menyuarakan aspirasi masyarakat." ungkap Hj. Silvi Indra Dewa.
Masih menurut Hj. Silvi Indra Dewa, saat menggelar reses didaerah basis pemilihannya di Kecamatan Pulau Ende, masyarakat kembali menyampaikan pengaduan dimana rumpon yang dibagi tidak digunakan masyarakat bahkan ada yang sudah dijual. Hal yang sama juga ditemukan tim Pansus LKPJ Bupati Ende tahun 2020. Hasil penelusuran tim pansus LKPJ juga menemukan rumpon tersebut tidak dimanfaatkan dan dibiarkan masyarakat.
"Semestinya penggunaan dana insentif daerah (DID) covid 19 untuk pemulihan ekonomi masyarakat. Saya menduga untuk perencanaan tali rumpon sudah lama direncanakan. Ada kesan pihak dinas sudah menjadi sales tali. Kita sudah tanya langsung ke pihak dinas, namun jawabannya semua sudah dikerjakan sesuai Rencana Anggaran dan Biaya (RAB). Sementara RAB dibuat oleh pihak dinas, ini yang menjadi pertanyaannya. Kuat dugaan saya, aroma korupsi sudah mulai tercium dari pengaduan masyarakat. Ada kesan kuat, perencanaan yang dibuat dalam bentuk RAB terkesan ada titipan. Secara umum pemerintah sudah tepat sasaran memberikan bantuan kepada 88 kelompok nelayan terdampak badai. Sayangnya bantuan rumpon tidak sesuai dengan kondisi arus laut pantai selatan. Ada kelompok yang menerima bantuan langsung menjual, bahkan transaksi langsung di depan kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Ende. Indikasi lainnya, pengadaan tali sudah didesain jauh sebelumnya, diduga pengadaan talinya dengan harga jauh lebih rendah. Semestinya pengadaan tali rumpon menggunakan kondom mengantisipasi arus balik diperairan pantai selatan. Dugaan kita ada miliaran dana yang menguap dari pengadaan rumpon tersebut. Apa lagi batasan kerja mereka hanya sampai pengadaan barang, sementara pengambilan barang dan pelepasan rumpon dilaut dibiayai sendiri oleh nelayan. Biaya yang harus dikeluarkan nelayan mencapai empat atau lima juta untuk pelepasan rumpon. Ini program pemerintah pusat melalui kementrian keuangan untuk peningkatan ekonomi masyarakat sesuai PMK 114/PMK.07/2020 mengenai pengelolahan dana Intensif daerah (DID). Seharusnya memenuhi semua unsur sehingga bermanfaat dan memiliki dampak peningkatan ekonomi bagi masyarakat." tegas Hj. Silvi Indra Dewa.(kp/tim)